Hari raya ku dihari Jumat , bagaimana hukum sholat Jumatnya ?


Jika hari raya (Adha dan Fithri) jatuh di hari Jum’at, apakah shalat Jum’at gugur bagi orang yang sudah shalat ‘Id ?

Mengutip Hadits yg di riwayatkan oleh abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

قَدِ اجْتَمَعَ فِى يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ

Artinya: “Pada hari ini terkumpul bagi kalian dua hari raya, barangsiapa yang ingin mencukupkan dengan (shalat id) dari shalat Jum’at, maka itu cukup baginya, tetapi kami tetap shalat Jum’at bersama“. HR. Abu Daud (1/647, no. 1073), Ibnu Majah (1/416, no. 1311), Al Hakim (1/277), Al Baihaqi (3/318-319) dan Al Khathib di dalam kitab Tarikh Baghdad (3/129)dan Ibnu al-Jauzy di dalam Al ‘Ilal Al Mutanahiyah (1/437, no. 805), (dan dishaihihkan oleh al-Albani di dalam Shahih al- Jami’ (no. 4365), pent).

Hadits ini menjadi dalil bahwa shalat Jum'at itu setelah shalat Id. Hadits ini juga menjadi dalil bahwa shalat Jum'at menjadi rukhshah yang boleh ditinggalkan. Tapi ini hanya berlaku bagi yang melaksanakan shalat Id, tidak pada orang yang tidak melaksanakan shalat Id. Ini menjadi pendapat sekelompok ulama. Dikecualikan dari itu adalah imam (pemimpin) bersama tiga orang yang harus mengikutinya (melaksanakan shalat Jum'at).

Konteks pada hadits yg di ucapkan rosul pada waktu itu karena terdapat sahabat yang jarak rumahnya dengan Madinah sejauh 4 km, bahkan lebih dari itu, dan harus ditempuh melewati padang pasir dan ditempuh dengan jalan kaki. Apakah ia harus kembali lagi ke Madinah tanpa kendaraan untuk menunaikan shalat Jumat?

kemudian timbul perbedaan pendapat. Pendapat pertama mengatakan, tidak perlu kembali ke masjid untuk menunaikan shalat Jumat. Shalat Jumatnya dapat dikerjakan di rumah dan menggantinya dengan shalat Dzuhur. Ini termasuk rukhshah atau keringanan dalam beragama

Pendapat kedua mengatakan, kasus di Madinah di awal Islam itu bisa dijadikan alasan, tetapi apakah kita di Indonesia benar-benar mengalami nasib seperti itu? Bagi kaum Muslimin di Indonesia, hampir di setiap dusun ada masjid dan tidak melewati padang pasir.

Imam Syafii seperti dikutip dalam Al-Mizan lis Sya’rani Juz I, mengatakan, jika kebetulan hari raya bertepatan dengan hari Jumat maka bagi penduduk perkotaan kewajiban menjalankan shalat Jumat tidak gugur dikarenakan telah menjalankan shalat Id. Lain halnya dengan penduduk desa (yang amat jauh), kewajibannya mengerjakan shalat Jumat gugur, mereka diperbolehkan untuk tidak Jumatan.

Dalam kitab yang sama disebutkan, pendapat Imam Syafii ini sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah. Sedang Imam Ahmad mengatakan, tidak wajib Jumatan bagi penduduk desa maupun kota dan gugurlah kewajiban Jumatan sebab mereka telah mengerjakan shalat Id, hanya saja mereka tetap wajib mengerjakan shalat dzuhur. Malah menurut Imam Atha’ Jumatan dan shalat dzhuhurnya gugur sekaligus, dan pada hari itu tidak ada shalat setelah shalat Id kecuali shalat ashar.

Dalam konteks Indonesia, terutama di pulau Jawa, di mana hampir setiap desa memiliki masjid yang menyelenggarakan Jumat, maka konsep penduduk kota dan penduduk pedalaman yang sulit mengakses untuk ke masjid karena masalah jarak atau geografis yang menyulitkan dalam kajian fiqih tidak kontekstual pada sebagian besar daerah di Indonesia. 

Dengan demikian, kita dapat mengembalikan shalat idul Fitri atau Idul adha (yg bertepatan pada hari Jumat) dan shalat Jumat pada hukum asalnya. Kita melaksanakan shalat idul fitri karena Kesunahan dan shalat Jumat karena kewajiban

Mengutip kaidah fiqh 

أَلْفَرْضُ أَفْضَلُ مِنَ النَّفْلِ

"Fardhu lebih utama dari Sunnah"

Semoga bermanfaat ,Salam Literasi!


Komentar

  1. Bagaimana kalau kiamat, min? Masih tetap wajib menjalankan salat Jum'at, tidak?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer